Jika terjadi permasalahan dalam pembaharuan perjanjian di bawah tangan
menggunakan tarif Bea Meterai, dan keinginan kedua belah pihak ingin memperbaharui
perjanjian yang sama pada tahun 2005 dengan pembuatannya pada tahun 1990 dan
dihadapkan beberapa kendala, maka saran kami, jika seandainya kedua belah pihak
masih hidup pada tahun 2005, maka lebih baik untuk membuat perjanjian baru pada
tahun yang telah disepakati menggunakan Bea Meterai yang berlaku pada tahun
tersebut (2005) dengan isi yang sama seperti perjanjian pada tahun 1990.
Karena, jika seandainya membuat perjanjian yang lama pada saat ini (tahun 2005)
yang seakan-akan dibuat pada waktu, hari dan jam yang sama (tahun 1990), selain
sulit untuk mendapatkan Tarif Bea Meterai tahun 1990 di tahun 2005, perjanjian
tersebut juga dapat dianggap dokumen palsu, karena tidak sesuai dengan waktu
pembuatannya (2005).
Beberapa pernyataan yang membuktikan bahwa fungsi Bea
Meterai sebagai pajak, bukan penentu sah tidaknya perjanjian antara lain:
(1) Berdasarkan
Undang-Undang No 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai, dinyatakan bahwa bea
meterai adalah pajak atas dokumen.
(2) Tidak adanya meterai dalam suatu surat perjanjian, maka tidak
berarti perbuatan hukum surat tersebut tidak sah, karena sah atau tidaknya
suatu perjanjian itu bukan ada tidaknya meterai, tetapi ditentukan oleh Pasal
1320 KUH Perdata.
(3) Pejabat pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris dan pejabat umum
lainnya, tidak diperkenankan:
(a) Menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang bea meterainya
tidak atau kurang bayar.
(b) Melekatkan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang bayar pada
dokumen lain yang berkaitan.
(c) Membuat salinan, tembusan, rangkapan dari dokumen yang bea meterainya
tidak atau kurang bayar.
(d) Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang
bayar sesuai dengan tarif bea meterainya.
(4) Surat pernyataan yang
tidak bermeterai tidak lantas lenyap keabsahan hukumnya, ketiadaan meterai
hanya berpengaruh pada tidak memenuhi persyaratan sebagai alat pembuktian.
Menurut UU Bea Meterai Pasal 7 dan Kep 122 d/PJ/2000,
Tata Cara pelunasan dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan sistem
komputerisasi:
(1) Pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi hanya diperkenankan
untuk dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang dalam pasal 1 huruf
d PP No 24 tahun 2000 dengan jumlah rata-rata pemeteraian setiap hari minimal
sebanyak 100 dokumen. Dengan cara: (a) Mangajukan permohonan ijin secara
tertulis kepada Direktur Jendral pajak dengan mencantumkan jenis dokumen dan
perkiraan jumlah rata-rata dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai setiap hari,
(b) Pembayaran Bea Meterai dimuka minimal sebesar perkiraan jumlah dokumen
yang harus dilunasi Bea Meterai setiap bulan, dengan menggunakan surat setoran
pajak (Ke Kas Negara melalui Bank Pensepsi).
(c) Menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi penggunaan dan saldo Bea
Meterai kepada Direktur Jendral Pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
(2) Ijin pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai lunas
dengan sistem komputerisasi berlaku selama saldo Bea Meterai yang telah dibayar
pada saat mengajukan ijin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian satu bulan
berikutnya.
Sanksi yang paling tepat bagi perjanjian dibawah tangan
yang tidak dilunasi Bea Meterai sama sekali atau dilunasi tetapi hanya sebagian
saja yaitu sanksi administrasi sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku, dikarenakan pihak yang melakukan perjanjian tidak melunasi atau
membayar sebagian bea meterai sebagaimana semestinya. Dikenakan sanksi
administrasi sebesar 200% dari bea meterai yang tidak dilunasi atau kurang
bayar, serta perjanjian tersebut tidak bisa dijadikan bukti di pengadilan
karena perjanjian itu dilakukan dengan sistem dibawah tangan yang (perjanjian
tersebut tidak melalui notaris) kurang memenuhi persyaratan sebagai alat bukti
di pengadilan (kurang atau tidak dilunasi Bea Meterainya) .
Pernyataan AA dan BB tentang menolak keabsahan dari akta
hibah adalah tidak benar. Karena dengan diakuinya kebenaran oleh pihak yang
membuat atau menandatangani akta tersebut maka isi dari akta hibah tersebut
dianggap benar. Dan fungsi Bea Meterai sendiri adalah sebagai pajak suatu
dokumen serta sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan.
Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK/.03/2002.
Besarnya pelunasan Bea Meterai dengan cara pemeteraian kemudian atas dokumen
yang semula tidak terutang Bea Meterai (akta hibah dibawah tangan) namun akan
digunakan sebagai alat bukti di pengadilan adalah sebesar Bea Meterai yang
terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dengan
ketentuan sebagai berikut :
(1.) pemeteraian
kemudian dengan menggunakan Meterai Tempel atau Surat Setoran Pajak harus
disahkan pejabat pos.
(2.) Pemegang
dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya
wajib membayar denda sebesar 200% dari Bea Meterai yang tidak atau kurang
dilunasi.
(3.) Dalam hal
pemeteraian kemudian atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan
digunakan di indonesia baru dilakukan setelah dokumen digunakan, pemegang
dokumen wajib membayar denda sebesar 200% dari Bea Meterai yang terutang.
(4.) Sanksi admin
denda tersebut dilunasi dengan menggunakan surat setoran pajak. Maka Bea
Meterai beserta denda yang harus dibayar dengan rincian sebagai berikut:
BM = Rp.
6000,00.
Denda (200%) =
Rp. 12.000,00
Yang harus
dibayar : Rp. 6000,00 + Rp 12.000,00 = Rp. 18.000,00
0 komentar:
Post a Comment