Pages

Wednesday, 15 April 2015

JURNAL PENGGUNAAN METODE BY PURCHASE DAN POOLING OF INTEREST DALAM RANGKA PENGGABUNGAN USAHA

PENGGUNAAN METODE BY PURCHASE DAN POOLING OF INTEREST DALAM RANGKA PENGGABUNGAN USAHA (BUSINESS COMBINATION) DAN EFEKNYA TERHADAP PAJAK PENGHASILAN

ABSTRAK
Download PDFnya
Penggabungan usaha (business combination) terjadi jika dua atau lebih usaha yang terpisah bersama-sama menjadi satu entitas ekonomis. Ada beberapa sebab yang dijadikan sebagai alasan oleh perusahaan dalam melakukan penggabungan usaha yaitu manfaat biaya, risiko lebih rendah, penundaan operasi lebih sedikit, mencegah pengambilalihan,
akusisi harta tidak berwujud dan alasan-alasan lainnya. Ada dua metode yang bisa digunakan dalam penggabungan usaha yaitu metode pembelian dan metode penyatuan kepentingan. Metode pembelian didasarkan pada asumsi bahwa penggabungan usaha merupakan suatu transaksi dimana suatu entitas memperoleh aktiva bersih dari perusahaan-perusahaan lain yang bergabung. Pada metode penyatuan kepentingan, diasumsikan bahwa kepemilikan perusahaan-perusahaan yang bergabung adalah satu kesatuan secara relatif tetap tidak berubah pada entitas akuntansi yang baru, selanjutnya pada metode penyatuan kepentingan aktiva dan kewajiban dari perusahaan-perusahaan yang bergabung dimasukkan dalam entitas gabungan sebesar nilai bukunya. Apabila penggabungan yang dilakukan dengan menggunakan metode purchase, maka selisih antara nilai wajar (market value) dan nilai buku (book value) aktiva adalah penghasilan yang merupakan objek pajak. Sedangkan apabila penggabungan badan usaha menggunakan metode pooling of interest tidak akan menimbulkan objek pajak penghasilan, karena harta perusahaan dinilai berdasarkan nilai buku (book value). Perusahaan yang memilih melakukan penggabungan dengan menggunakan metode ini diharuskan memenuhi beberapa persyaratan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Kata kunci: restrukturisasi, metode by purchase, metode pooling of interest, taxable income
ABSTRACT
Business combination incurred if two or more separate company join to be one economic entity. There are some reasons which taken by companies to have business combination. They are cost advantage, lowerrisk, fewer operating delays, avoidance of takeovers, acquisition of intangible assets and another reason. There are two methods of business combination, they are purchase method and pooling by interest. Purchase method based on assumption
that business combination is a transaction whether one entity is acquired net assets from other companies who joined. Pooling of interest method based on assumption that there is a unity of the ownership of companies. The assets and liabilities of the new entity after combination is the same with the total book value of assets and liabilities of both companies before combinations. The impact of business combination for taxation depend on method
used by. The implementation of purchase method will create difference between market value and book value, that is taxable income. On the contrary, the implementation of pooling of interest method will not create any taxable income since this method uses the book value to appraise company.
Key words: restructuring, by purchase method, pooling of interest method, taxable income1.
PENDAHULUAN

Tindakan Restrukturisasi sebagai Suatu Cara Peningkatan Efisiensi dan Produktivitas
            Peningkatan efisiensi dan produktivitas suatu badan usaha dapat dilakukan melalui tindakan restrukturisasi. Definisi restrukturisasi menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/KMK.00/1989 adalah: “Tindakan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan melalui perubahan status hukum, organisasi dan pemilikan saham”.
            Selanjutnya pasal 2 ayat 2 Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/KMK.00/1989 mengatur tindakan-tindakan restrukturisasi meliputi :
a. Perubahan status hukum BUMN yang lebih menunjang pencapaian maksud dan tujuan perusahaan
b. Kerjasama operasi atau kontrak manajemen dengan pihak ketiga
c. Konsolidasi atau Merger
d. Pemecahan badan usaha
e. Penjualan saham
f. Penjualan saham secara langsung (direct placement)
g. Pembentukan perusahaan patungan.
Ada beberapa dasar pertimbangan bagi perusahaan untuk melakukan tindakan
restrukturisasi yaitu:
1. Strategi Usaha
Dalam rangka mempertahankan kelangsungan usaha perusahaan tersebut,
beroperasi dengan skala yang besar sehingga biaya per unitnya dapat menjadi
lebih rendah, pengembangan produk yang dihasilkan baik dari segi jenis maupun mutu, pengembangan pasar dan teknologi juga merupakan salah satu faktor yang
mendorong perusahaan melakukan restrukturisasi usaha
2. Efisiensi dan Sinergi
Dengan melakukan restrukturisasi usaha diharapkan perusahaan akan mampu
melakukan efisiensi dan kerja sama dengan pihak lain dalam bidang operasi usaha, keuangan, perpajakan, manajemen dan tenaga kerja.
3. Nilai Usaha
Dengan melakukan restrukturisasi usaha diharapkan perusahaan mampu
menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang lain yang lebih kompeten dalam
menangani perusahaan tersebut, misalnya mempunyai akses ke pasar modal,
pasar uang, investor dan sekaligus meningkatkan nilai saham.
Penggabungan usaha (business combination) atau yang biasa dikenal dengan
konsolidasi atau merger merupakan salah satu bentuk tindakan restrukturisasi yang paling sering dipakai, dibanding tindakan-tindakan yang lainnya. Floyd A. Beams dan Amir Abadi Jusuf (1998:2-3) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan di Indonesia mengungkapkan bahwa ada beberapa alasan yang muncul sehingga beberapa perusahaan mengambil tindakan untuk melakukan penggabungan usaha yaitu :
a. Manfaat biaya (Cost Advantange).
Acapkali lebih murah bagi perusahaan untuk memperoleh fasilitas yang dibutuhkan melalui penggabungan dibandingkan melalui pengembangan, terutama pada keadaan inflasi
b. Risiko Lebih Rendah (Lower Risk).
Membeli lini produk dan pasar yang telah didirikan biasanya lebih besar risikonya dibandingkan dengan mengembangkan produk baru dan pasarnya. Penggabungan usaha kurang berisiko terutama ketika tujuannya adalah diversifikasi
c. Penundaan Operasi Lebih Sedikit (Fewer Operating Delays).
Fasilitasfasilitas pabrik yang diperoleh melalui penggabungan usaha dapat diharapkan untuk segera beroperasi. Sedangkan apabila membangun fasilitas perusahaan yang baru akan menimbulkan masalah yang baru juga misalnya perlunya izin pemerintah.
d. Mencegah Pengambilalihan (Avoidance of Takeovers).
Beberapa perusahaan bergabung untuk mencegah pengambilalihan diantara mereka.
e. Akuisisi Harta Tidak Berwujud (Acquisition of Intangible Assets).
            Penggabungan usaha melibatkan penggabungan sumber daya tidak berwujud maupun berwujud. Akusisi atas hak paten, hak atas mineral, database pelanggan, atau keahlian manajemen mungkin menjadi faktor utama yang memotivasi suatu penggabungan usaha
f. Alasan-alasan lain.
Selain untuk perluasan, perusahaan-perusahaan mungkin memilih penggabungan usaha untuk memperoleh manfaat dari segi pajak. Meskipun pada dasarnya strategi penggabungan usaha yang dilakukan oleh beberapa perusahaan memberikan banyak manfaat, tetapi ada juga risiko yang harus ditanggung oleh perusahaan yang melakukan penggabungan tersebut yaitu risiko sumber daya manusia, dalam hal ini dampak dari penggabungan usaha tersebut, biasanya menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan (Floyd A. Beams, 1998:2)
2. PEMBAHASAN
Penggabungan Usaha (Business Combination): Definisi dan Bentuknya Penggabungan badan usaha adalah usaha untuk menggabungkan suatu perusahaan dengan satu atau lebih perusahaan lain ke dalam satu kesatuan ekonomis. Sedangkan PSAK No. 22 memberikan defenisi penggabungan usaha sebagai penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting with) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas aktiva dan operasi perusahaan lain. Bentuk-bentuk penggabungan badan usaha dapat dibedakan ke dalam berbagai macam bentuk yaitu :
1. Dari Segi Jenis Usaha yang Bergabung
a. Penggabungan Horisontal
Penggabungan horisontal terjadi apabila perusahaan-perusahaan yang bergabung menjalankan fungsi produksi dan penjualan barang-barang yang sejenis. Latar belakang penggabungan secara horizontal ini adalah untuk mengurangi tingkat persaingan di antara perusahan sejenis tersebut.
b. Penggabungan Vertikal
Penggabungan vertikal yang terjadi antara badan usaha, dimana badan usaha yang satu bersifat sebagai penyedia bahan baku, supplies bagi bahan produk perusahaan lainnya. Tujuan dari penggabungan jenis ini adalah dalam rangka mendapatkan kepastian pemasaran hasil produksi atau kontinuitas persediaan bahan baku.
c. Penggabungan Konglomerasi
Penggabungan ini merupakan gabungan antara penggabungan horisontal dan vertikal. Tujuan dari penggabungan jenis ini adalah menggabungkan sumbersumber ekonomi yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan yang bergabung.
2. Dari Segi Kejadian Hukumnya
a. Merger
Merger adalah penggabungan perusahaan dengan jalan pemilikan langsung oleh suatu perusahaan terhadap harta milik dari satu atau lebih perusahaan yang digabungkan. Penggabungan dengan cara merger mengkibatkan perusahaan yang menyerahkan harta miliknya dibubarkan dan kehilangan statusnya sebagai unit usaha yang terpisah. Sedangkan perusahaan yang mengambil alih harta adalah satu-satunya perusahaan yang identitasnya masih seperti sediakala.
b. Konsolidasi
Pengabungan perusahaan disebut dengan konsolidasi, jika dalam proses penggabungan itu dibentuk sebuah perusahaan baru dengan tujuan khusus untuk membeli (mengambil alih) harta milik dan mengkui hutang-hutang dari dua atau lebih perusahaan yang telah ada. Kadang-kadang suatu penggabungan usaha dapat mengakibatkannya terjadinya legal merger. Suatu legal merger biasanya merupakan merger dua badan usaha melalui salah satu cara berikut :
- Aktiva dan kewajiban dari suatu perusahaan dialihkan ke perusahaan lain dan perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan, atau
- Aktiva dan kewajiban dari dua atau lebih perusahaan dialihkan ke perusahaan baru dan kedua perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan (PSAK No. 22)
Masalah Akuntansi dan Perpajakan yang Timbul dalam Penggabungan Usaha
1. Masalah Akuntansi dalam Penggabungan Badan Usaha
Ada dua prosedur pencatatan akuntansi apabila ada dua atau lebih badan usaha yang diselenggarakan bersama atau digabung yaitu :
a. Pembelian (by purchase)
Penggabungan badan usaha dikatakan atas dasar pembelian apabila penggabungan badan usaha tersebut berakibat para pemilik perusahaan yang bergabung tidak ikut berpartisipasi secara substansial di dalam perusahaan tunggal yang dibentuk. Selanjutnya apabila suatu kombinasi usaha dianggap suatu “pembelian” maka harta kekayaan yang diperoleh dalam transaksi penggabungan harus dicatat dalam buku-buku usaha yang memperolehnya atas
dasar harga perolehan yang diukur dengan uang. Singkatnya metode pembelian didasarkan pada asumsi bahwa penggabungan usaha merupakan suatu transaksi dimana suatu entitas memperoleh aktiva bersih dari perusahaan-perusahaan lain yang bergabung. Ilustrasi berikut ini akan memberikan gambaran jelas mengenai penggabungan badan usaha secara merger atas dasar “pembelian” PT Aku memperoleh aktiva bersih PT Dia melalui penggabungan dengan metode pembelian atau by purchase. Berikut ini adalah neraca dari PT Dia.



Tabel 1.
Neraca dengan Asumsi Metodeby Purchase
Neraca PT Dia
Per 31 Maret 1997

Nilai buku
Nilai wajar
Aktiva


Kas
Rp 50.000.000
Rp 50.000.000
Piutang bersih
150.000.000
140.000.000
Persediaan
200.000.000
250.000.000
Tanah
50.000.000
100.000.000
Bangunan-bersih
300.000.000
500.000.000
Peralatan-bersih
250.000.000
350.000.000
Hak paten
-
50.000.000
Total aktiva
Rp 1.000.000.000
Rp 1.440.000.000
Kewajiban


 Hutang usaha
60.000.000
60.000.000
 Wesel bayar
150.000.000
135.000.000
 Kewajiban lain-lain
40.000.000
45.000.000
Total kewajiban
(Rp 250.000.000)
(Rp 240.000.000)
Aktiva bersih



Rp 750.000.000
        Rp 1.200.000.000
PT Aku membayar Rp 400.000.000 tunai dan menerbitkan 50.000 lembar saham biasa dengan nilai nominal Rp 10.000, nilai pasar Rp 20.000 per saham untuk memperoleh aktiva bersih PT Dia. Ayat jurnal untuk mencatat penggabungan usaha pada buku PT Aku adalah sebagai berikut :
Investasi pada PT Dia Rp                               1.400.000.000                                     -
            Kas                                                                  -                       Rp 400.000.000
            Saham-biasa                                                    -                       Rp 500.000.000
            Tambahan modal disetor                                 -                       Rp 500.000.000
Untuk mencatat penerbitan 50.000 lembar saham biasa nominal Rp. 10.000
ditambah dengan kas Rp 400.000.000 dalam penggabungan usaha dengan metode pembelian atas PT Dia adalah
Kas                                          Rp 50.000.000                                    -
Piutang bersih                                     Rp 140.000.000                                  -
Persediaan                               Rp 250.000.000                                  -
Tanah                                      Rp 100.000.000                                  -
Bangunan                                Rp 500.000.000                                  -
Peralatan                                 Rp 350.000.000                                  -
Hak paten                                Rp 50.000.000                                    -
Goodwill                                 Rp 200.000.000                                  -
            Hutang usaha                          -                                   Rp60.000.000
            Wesel bayar                             -                                   Rp135.000.000
            Kewajiban lain-lain                 -                                   Rp45.000.000
            Investasi pada PT Dia             -                                   Rp1.400.000.000
Goodwill sebesar Rp 200.000.000 merupakan selisih antara nilai wajar aktiva dan nilai perolehan suatu aktiva dalam hal ini selisih antara Rp 1.400.000.000 dan Rp 1.200.000.000. Sesuai dengan prinsip akuntansi goodwill yang timbul sebesar Rp 200.000.000 ini nantinya harus diamortisasi.
b. Penyatuan Kepentingan (Pooling of Interest)
Apabila suatu penggabungan usaha dianggap sebagai suatu pooling of interest maka badan usaha yang baru dianggap sebagai kelanjutan dari semua badan usaha yang bergabung, baik dalam bentuk suatu badan usaha yang tunggal maupun sebagai induk perusahaan dengan satu atau beberapa anak perusahaan. Ilustrasi di bawah ini akan memperjelas penggunaan metode pooling of interest. Berikut ini adalah neraca saldo PT Bunga dan PT Mawar.
Tabel 2.
Neraca Saldo dengan Asumsi Metode Pooling of Interest
Neraca Saldo PT Bunga dan PT Mawar
Per 31 Maret 1997

                                                            PT Bunga                                            PT Mawar
Aktiva lain-lain                                   Rp 750.000.000                                  Rp 290.000.000
Beban-beban                                       Rp 150.000.000                                  Rp 60.000.000
            Total Debit                             Rp 900.000.000                                  Rp 350.000.000
Modal saham @ Rp. 10.000               Rp 500.000.000                                  Rp 200.000.000
Laba ditahan                                       Rp 200.000.000                                  Rp 50.000.000
Pendapatan                                         Rp 200.000.000                                  Rp 100.000.000
            Total kredit                            Rp 900.000.000                                  Rp 900.000.000
Apabila PT Bunga bermaksud ingin menggabungkan diri dengan PT Mawar, dengan penerbitan 22.000 lembar saham biasa dengan nilai nominal Rp 10.000 untuk memperoleh aktiva tetap milik PT Mawar dimana dalam hal ini identitas PT Bunga tetap atau tidak akan ada perusahaan baru yang terbentuk, maka pencatatan yang dilakukan di dalam pembukuan PT Bunga adalah :
Aktiva Lain-lain                      Rp 1.040.000.000                               -
Beban-beban                           Rp 210.000.000                                  -
Modal saham                                       -                                   Rp 720.000.000
Laba ditahan                                       -                                   Rp 230.000.000
Pendapatan                                         -                                   Rp 300.000.000
Dari kedua metode di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa apabila penggabungan perusahaan dengan menggunakan metode by purchase, maka harta kekayaan yang diperoleh oleh suatu badan usaha yang melakukan pengambilan tersebut dicatat dan diakui sebesar nilai pasarnya (penilaian kembali), sebaliknya modal saham dicatat dengan jumlah yang sama. Hal ini mendorong untuk diakui adanya “Aktiva Tak Berwujud” (Goodwill) yang merupakan selisih lebih antara biaya perolehan dan bagian (interest) perusahaan pengakusisi atas nilai wajar aktiva dan kewajiban yang dapat diidentifikasi pada tanggal transaksi. Apabila penggabungan badan usaha tersebut dilakukan dengan menggunakan pooling of interest, maka jumlah harta, hutang dan hak para pemegang saham yang dilaporkan perusahaan-perusahaan yang menggabungkan diri contoh di atas
PT Bunga dan PT Mawar dicatat dan diakui sesuai dengan nilai bukunya, maka dengan menggunakan metode ini sama sekali tidak menimbulkan adanya pengakuan “aktiva tak berwujud” atau dalam hal ini goodwill atau bisa disimpulkan bahwa penggabungan perusahaan atas dasar pooling of interest, harta, kewajiban, modal dan beban yang menjadi milik kedua perusahaan digabungkan seperti biasa. Misalnya pada contoh di atas aktiva lain-lain milik PT Bunga dan PT Mawar berturut – turut Rp 750.000.000 dan Rp 290.000.000. Apabila kedua perusahaan menggabungkan diri dengan metode pooling of interest, maka jumlah aktiva yang dilaporkan dalam neraca perusahaan baru atau perusahaan yang tetap mempertahankan identitasnya adalah merupakan penjumlahan antara Rp 750000.000 dan
Rp 290.000.000.
2. Masalah Perpajakan dalam Penggabungan Usaha
Aspek perpajakan berpengaruh terhadap penentuan metode apa yang akan dipakai dalam penggabungan usaha selain dengan menggunakan pertimbangan hukum. Perlu diketahui bahwa pasal 4 ayat 1 huruf d angka 1 Undang-Undang Perpajakan No. 10 Tahun 1994, menyebutkan bahwa keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah salah satu objek pajak. Kemudian Pasal 10 ayat 3, Undang-undang Pajak Penghasilan No. 10 Tahun 1994 mengatur tentang dasar pengenaan pajak atas penggabungan usaha. Pasal ini mengatur bahwa:
"Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (market price), kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan "
Apabila mengacu pada peraturan pajak ini berarti bisa diambil suatu kesimpulan bahwa penggabungan usaha yang diperkenankan menurut ketentuan perpajakan adalah dengan menggunakan metode by purchase, yang menilai aktiva berdasarkan harga pasar bukan menggunakan metode pooling of interest, yang menilai aktiva berdasarkan nilai sisa buku. Meskipun demikian seperti yang dikatakan dalam pasal 10 ayat 3 bahwa dasar penilaian lain dimungkinkan, dalam hal ini menggunakan metode pooling of interest dengan terlebih dahulu meminta izin kepada menteri keuangan. Hal ini juga diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 637/KMK.04/1994 pasal 1 bahwa :
"Wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha perbankan atau Wajib Pajak
yang akan menjual sahamnya di bursa efek dapat melakukan pengalihan harta
dengan menggunakan nilai buku harta sepanjang pengalihan tersebut dilakukan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha dan badan-badan lain yang terkait dalam penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha satu sama lain mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) Undang-undang No. 7 Tahun 1993
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1994 "
Ketentuan perpajakan tidak seperti prinsip akuntansi yang mengatur bahwa
pemilihan metode penggabungan usaha yang dipakai didasarkan dengan
memperhatikan makna ekonomisnya dan bukan melihat pada bagaimana transaksi
itu menurut hukumnya (formalitas). Dengan demikian bisa diartikan bahwa prinsip
akuntansi membebaskan perusahaan untuk memilih metode mana yang akan
dipakai.
            Pertanyaan yang timbul adalah mengapa Direktorat Jenderal Pajak memutuskan untuk tidak memperbolehkan penggunaan metode pooling of interest dalam rangka penggabungan usaha. Jawabannya tidak lain bahwa dengan pooling of interset, tidak ada pajak yang dibebankan atas penggabungan usaha tersebut, lain halnya apabila menggunakan metode by purchase yang berdasarkan pada nilai pasar.
Contoh di atas akan dipergunakan untuk memperjelas perbedaan antara kedua metode tersebut dari sisi pengenaan pajak penghasilan. Pada metode by purchase nilai buku aktiva (book value) dari PT Dia adalah Rp 750.000.000, sedangkan nilai wajar atau nilai pasarnya (market price) sebesar Rp 1.200.000.000, maka ada penghasilan sebesar Rp 450.000.000 yang timbul sebagai akibat adanya selisih antara nilai wajar (market price) dengan nilai buku (book value) Penghasilan inilah yang merupakan objek pajak penghasilan.
Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Perpajakan No. 10 Tahun 1994 bahwa: “Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun” Selanjutnya huruf d angka 3 dari pasal 4 ini menyebutkan bahwa salah satu yang termasuk objek pajak adalah “Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha” Jadi keuntungan yang diperoleh oleh PT Aku yang
disebabkan karena penggabungan usaha dengan cara melakukan pembelian aktiva milik PT Dia adalah merupakan objek pajak.
Sekarang bagaimana dasar pengenaan pajak untuk perusahaan yang
melakukan penggabungan usaha atas dasar metode pooling of interest. Seperti telah dijelaskan di atas, metode pooling of interest menggunakan nilai buku sebagai dasar dalam pengalihan harta dari penggabungan perusahaan. Dengan ini berarti bahwa penggabungan perusahaan dengan metode pooling of interest, sama sekali tidak menghasilkan penghasilan kena pajak, karena penggabungan tersebut didasarkan atas nilai buku dari kedua perusahan, dan bukan berdasarkan suatu penilaian kembali atau nilai pasar.
Tidak dapat diketahui dengan pasti apa yang menjadi latar belakang dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 422/KMK.04/1998 tanggal 9 September 1998, tentang penggunaaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha sebagai pengganti Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 637/KMK.04/1994 tentang penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha. Penyebab tidak diberlakukannya lagi KMK No. 637 tersebut karena penyesuaian atas kondisi yang dialami oleh bangsa Indonesia, yaitu krisis moneter, yang sangat memberikan dampak signifikan terhadap
perkembangan perusahaan khususnya dengan adanya kerugian yang disebabkan adanya selisih kurs, sehingga banyak perusahaan baik diwajibkan maupun atas inisiatif sendiri mengambil langkah-langkah untuk melakukan tindakan restrukturisasi dalam bentuk penggabungan usaha. Karena apabila KMK No. 637/KMK.04/1994 tetap diberlakukan, akan menimbulkan masalah baru lagi bagi perusahaan. Di satu-sisi dituntut adanya tindakan restrukturisasi, disisi lain tindakan restrukturisasi itu menimbulkan “beban” bagi perusahaan berupa pembayaran pajak atas keuntungan yang diperoleh akibat adanya penggabungan usaha.
Berikut ini adalah isi lengkap Keputusan Menteri Keuangan No. 422/KMK.04/1998. Pada pasal 2 disebutkan bahwa “wajib pajak dapat menggunakan nilai buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha” Tidak disebutkan sama sekali klasifikasi perusahaan dengan jenis usaha seperti apa yang wajib menggunakan nilai buku, seperti yang disebutkan pada pasal 1 KMK No. 637/KMK.04/1994 bahwa: “wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha perbankan atau wajib pajak yang akan menjual sahamnya di bursa efek dapat
melakukan pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku harta sepanjang pengalihan tersebut dilakukan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha....” Selanjutnya pasal 2 dari KMK No. 422/KMK.04/1998 menyebutkan syarat yang harus dipenuhi wajib pajak dalam melakukan penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku yaitu :
a. melunasi seluruh utang pajak dari setiap badan usaha yang terkait;
b. tidak boleh mengalihkan sisa kerugian dari badan usaha yang lama, apabila sebelum dilakukan penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha ternyata wajib pajak yang terkait masih mempunyai sisa kerugian yang belum dikompensasikan; dan
c. mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
            Selanjutnya pasal 5 menyebutkan bahwa “wajib pajak yang menerima pengalihan harta mencatat nilai perolehan harta tersebut sesuai dengan nilai sisa buku dan penyusutan atas harta tersebut dilakukan berdasarkan masa manfaat yang tersisa”. Kemudian pasal 6 menyebutkan syarat lain yang harus dipenuhi yaitu “apabila pengabungan, peleburan, atau pemekaran usaha dilakukan dalam tahun pajak berjalan, maka jumlah angsuran pajak penghasilan pasal 25 dari pihak atau pihak-pihak yang menerima, pengalihan tidak boleh lebih kecil dari jumlah angsuran yang wajib dibayar oleh pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan“ Perubahan lebih lanjut untuk ketentuan yang berhubungan dengan penggunaan
nilai buku ada di dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No. 469/KMK.04/1998 tanggal 30 Oktober 1998. Pasal 2 menyebutkan bahwa wajib pajak yang melakukan penggabungan atau peleburan usaha dengan menggunakan nilai buku tidak boleh mengalihkan kerugian/sisa kerugian badan usaha lama, kecuali :
a. Wajib pajak tersebut melakukan revaluasi aktiva tetapnya terlebih dahulu;
b. Masih aktif menjalankan usahanya;
c. Wajib pajak yang menerima penggabungan usaha atau Wajib Pajak hasil peleburan usaha sekurang-kurangnya sampai dengan 2 (dua) tahun setelah selesainya proses penggabungan atau peleburan usaha.
Menurut ketentuan ini bagi dua atau lebih perusahaan yang bergabung, apabila ada salah satu perusahaan yang mengalami kerugian, maka kerugian dari perusahaan tersebut tidak boleh dialihkan ke badan usaha yang lama. Kerugian ini boleh dialihkan apabila perusahaan sudah melakukan revaluasi aktiva tetap. Jika perusahaan yang mengalami kerugian tersebut melakukan revaluasi aktiva tetap, berarti aktiva tetap tersebut akan dinilai berdasarkan nilai wajar atau nilai pasar (market price). Penilaian ini akan menyebabkan timbulnya keuntungan, karena penilaian kembali atas aktiva tetap merupakan salah satu objek pajak penghasilan.
Apabila diteliti lebih lanjut dengan menggunakan kasus penggabungan PT Aku dan PT. Dia di atas, bisa dilihat bahwa sebenarnya keuntungan yang diperoleh apabila ditinjau dari perusahaan yang diambil alih, keuntungan yang diperoleh bukan dari selisih harga pasar dengan nilai sisa buku saja, yang merupakan objek pajak, tetapi juga nilai goodwillnya. Jadi proses penggabungan usaha antara PT Aku dan PT. Dia, memberikan keuntungan sebesar Rp 650.000.000 yang merupakan penjumlahan antara goodwill, Rp 200.000.000 dan Rp 450.000.000 yang merupakan selisih antara harga pasar dan nilai sisa buku. Bila diteliti dengan seksama jumlah inilah yang sebenarnya merupakan objek pajak, karena keuntungan yang diperoleh dari penggabungan usaha tersebut juga termasuk nilai goodwill didalamnya, bukan hanya keuntungan yang diakibatkan selisih antara harga pasar dan nilai buku.
            Yang harus diwaspadai, usaha-usaha perusahaan dalam melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha, sering dijadikan sebagai suatu cara untuk memanipulasi pajak, dengan cara menetapkan harga pasar yang lebih rendah.

3. KESIMPULAN
Penggabungan usaha adalah usaha untuk menggabungkan suatu perusahaan dengan satu atau lebih perusahaan lain ke dalam satu kesatuan ekonomis. Dalam akuntansi ada dua metode pencatatan yang dipakai yaitu metode by purchase dan pooling of interest. Metode by purchase, harta kekayaan yang diperoleh oleh suatu badan usaha yang melakukan pengambilan tersebut dicatat dan diakui sebesar nilai pasarnya. Hal ini mendorong perlunya pengakuan atas aktiva tak berwujud atau goodwill, yang merupakan selisih lebih antara biaya perolehan dan bagian (interest) perusahaan pengakusisi atas nilai wajar aktiva dan kewajiban yang dapat diidentifikasi pada tanggal transaksi. Sedangkan apabila penggabungan badan
usaha dengan menggunakan metode pooling of interest, maka jumlah harta, hutang dan hak para pemegang saham yang dilaporkan perusahaan-perusahaan yang menggabungkan diri dicatat dan diakui sesuai dengan nilai bukunya, maka dengan menggunakan metode ini sama sekali tidak menimbulkan adanya goodwiil.
Implikasi kedua metode ini terhadap perpajakan yaitu pihak fiskus dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak pada mulanya tidak mengizinkan untuk menggunakan metode pooling of interest apabila melakukan penggabungan usaha, karena dengan metode ini tidak dihasilkan taxable income atau objek pajak penghasilan. Pada metode ini jumlah harta, hutang dan hak para pemegang saham dicatat dan diakui sesuai dengan nilai bukunya. Timbul perbedaan apabila penggabungan ini menggunakan metode by purchase, akan timbul yang namanya keuntungan karena penggabungan usaha yang merupakan objek pajak pengahsilan. Keuntungan ini disebabkan harta dan kekayaan yang diperoleh oleh suatu badan usaha yang melakukan pengambilalihan tersebut dicatat dan diakui sebesar nilai pasarnya. Keuntungan itu akan timbul apabila terjadi selisih lebih antara harga pasar dan nilai sisa buku.
Kondisi krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda bangsa Indonesia menyebabkan pihak Direktorat Jenderal Pajak melakukan perubahan keputusan. Dengan keputusan ini penggabungan usaha dengan menggunakan metode pooling of interest hanya untuk wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha perbankan atau wajib pajak yang akan menjual sahamnya di bursa efek. Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan No 469/KMK.04/1998 tanggal 30 Oktober, maka penggunaan metode pooling of interest tidak lagi dibatasi pada perusahaanperusahaan tertentu, melainkan untuk semua jenis perusahaan dengan syaratsyarat sebagai berikut :
1. Semua kewajiban perpajakan harus lunas
2. Tidak terjadi konsolidasi kerugian
3. Penilaian asset berdasar nilai buku dan disusun berdasar sisa masa manfaat
4. Angsuran bulanan PPh pasal 25 tidak lebih rendah dari total sebelum penggabungan

DAFTAR PUSTAKA
Beams, Floyd dan Amir Abadi Yusuf (1998), Akuntansi Keungan Lanjutan di Indonesia,   Buku Satu, Jakarta : Salemba Empat
Gunadi (1999), Pajak Dalam Aktivitas Bisnis, Jakarta : Abdi TANDUR
Ikatan Akuntan Indonesia (1998), “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan”, Jakarta : Devisi Penerbitan IAI
Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak (1994) “Ketentuan Perpajakan Indonesia : Undang-Undang Perpajakan No. 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan”, Jakarta: Dirjen Pajak.
Departemen Keuangan Republik Indonesia (1989), “Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/KMK.00/1989 tentang Restrukturisasi”, Jakarta: Dirjen Pajak.
Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak (1994), “Keputusan Menteri Keuangan Nomor 637/KMK.04/1994 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha”, Jakarta: Dirjen Pajak.
Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak (1998), “Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK.04/1998 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha”, Jakarta: Dirjen Pajak.
Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak (1998), “Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.04/1998 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha”, Jakarta: Dirjen Pajak.

Yunus Hadori dan Harnanto (1996), Akuntansi Keuangan Lanjutan, Edisi Pertama, Yokyakarta : BPFE

0 komentar:

Post a Comment

DAFTAR ISI