PENGGUNAAN METODE BY PURCHASE DAN POOLING OF INTEREST DALAM RANGKA PENGGABUNGAN
USAHA (BUSINESS COMBINATION) DAN EFEKNYA TERHADAP PAJAK
PENGHASILAN
ABSTRAK
Download PDFnya
Penggabungan usaha (business combination) terjadi jika dua atau lebih usaha yang terpisah bersama-sama menjadi satu entitas ekonomis. Ada beberapa sebab yang dijadikan sebagai alasan oleh perusahaan dalam melakukan penggabungan usaha yaitu manfaat biaya, risiko lebih rendah, penundaan operasi lebih sedikit, mencegah pengambilalihan,
akusisi harta tidak berwujud dan alasan-alasan lainnya. Ada dua metode yang bisa digunakan dalam penggabungan usaha yaitu metode pembelian dan metode penyatuan kepentingan. Metode pembelian didasarkan pada asumsi bahwa penggabungan usaha merupakan suatu transaksi dimana suatu entitas memperoleh aktiva bersih dari perusahaan-perusahaan lain yang bergabung. Pada metode penyatuan kepentingan, diasumsikan bahwa kepemilikan perusahaan-perusahaan yang bergabung adalah satu kesatuan secara relatif tetap tidak berubah pada entitas akuntansi yang baru, selanjutnya pada metode penyatuan kepentingan aktiva dan kewajiban dari perusahaan-perusahaan yang bergabung dimasukkan dalam entitas gabungan sebesar nilai bukunya. Apabila penggabungan yang dilakukan dengan menggunakan metode purchase, maka selisih antara nilai wajar (market value) dan nilai buku (book value) aktiva adalah penghasilan yang merupakan objek pajak. Sedangkan apabila penggabungan badan usaha menggunakan metode pooling of interest tidak akan menimbulkan objek pajak penghasilan, karena harta perusahaan dinilai berdasarkan nilai buku (book value). Perusahaan yang memilih melakukan penggabungan dengan menggunakan metode ini diharuskan memenuhi beberapa persyaratan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Penggabungan usaha (business combination) terjadi jika dua atau lebih usaha yang terpisah bersama-sama menjadi satu entitas ekonomis. Ada beberapa sebab yang dijadikan sebagai alasan oleh perusahaan dalam melakukan penggabungan usaha yaitu manfaat biaya, risiko lebih rendah, penundaan operasi lebih sedikit, mencegah pengambilalihan,
akusisi harta tidak berwujud dan alasan-alasan lainnya. Ada dua metode yang bisa digunakan dalam penggabungan usaha yaitu metode pembelian dan metode penyatuan kepentingan. Metode pembelian didasarkan pada asumsi bahwa penggabungan usaha merupakan suatu transaksi dimana suatu entitas memperoleh aktiva bersih dari perusahaan-perusahaan lain yang bergabung. Pada metode penyatuan kepentingan, diasumsikan bahwa kepemilikan perusahaan-perusahaan yang bergabung adalah satu kesatuan secara relatif tetap tidak berubah pada entitas akuntansi yang baru, selanjutnya pada metode penyatuan kepentingan aktiva dan kewajiban dari perusahaan-perusahaan yang bergabung dimasukkan dalam entitas gabungan sebesar nilai bukunya. Apabila penggabungan yang dilakukan dengan menggunakan metode purchase, maka selisih antara nilai wajar (market value) dan nilai buku (book value) aktiva adalah penghasilan yang merupakan objek pajak. Sedangkan apabila penggabungan badan usaha menggunakan metode pooling of interest tidak akan menimbulkan objek pajak penghasilan, karena harta perusahaan dinilai berdasarkan nilai buku (book value). Perusahaan yang memilih melakukan penggabungan dengan menggunakan metode ini diharuskan memenuhi beberapa persyaratan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Kata kunci: restrukturisasi, metode by purchase, metode pooling of interest, taxable income
ABSTRACT
Business combination incurred if two or more separate company join to be one economic entity. There are some reasons which taken
by companies to have business combination. They are cost advantage,
lowerrisk, fewer operating delays, avoidance of takeovers, acquisition of intangible
assets and another reason. There are two methods of business
combination, they are purchase method and pooling by interest. Purchase
method based on assumption
that business combination is a transaction whether one entity is acquired net assets from other companies who joined. Pooling of interest method based on assumption that there is a unity of the ownership of companies. The assets and liabilities of the new entity after combination is the same with the total book value of assets and liabilities of both companies before combinations. The impact of business combination for taxation depend on method
used by. The implementation of purchase method will create difference between market value and book value, that is taxable income. On the contrary, the implementation of pooling of interest method will not create any taxable income since this method uses the book value to appraise company.
that business combination is a transaction whether one entity is acquired net assets from other companies who joined. Pooling of interest method based on assumption that there is a unity of the ownership of companies. The assets and liabilities of the new entity after combination is the same with the total book value of assets and liabilities of both companies before combinations. The impact of business combination for taxation depend on method
used by. The implementation of purchase method will create difference between market value and book value, that is taxable income. On the contrary, the implementation of pooling of interest method will not create any taxable income since this method uses the book value to appraise company.
Key words: restructuring, by purchase method, pooling of interest method, taxable income1.
PENDAHULUAN
Tindakan Restrukturisasi sebagai Suatu Cara Peningkatan Efisiensi dan Produktivitas
Peningkatan efisiensi dan produktivitas suatu badan usaha
dapat dilakukan melalui tindakan restrukturisasi. Definisi restrukturisasi
menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/KMK.00/1989 adalah: “Tindakan
untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan melalui perubahan
status hukum, organisasi dan pemilikan saham”.
Selanjutnya pasal 2 ayat 2 Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/KMK.00/1989 mengatur tindakan-tindakan restrukturisasi meliputi :
Selanjutnya pasal 2 ayat 2 Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/KMK.00/1989 mengatur tindakan-tindakan restrukturisasi meliputi :
a. Perubahan status hukum BUMN yang lebih menunjang pencapaian
maksud dan tujuan perusahaan
b. Kerjasama operasi atau kontrak manajemen dengan pihak ketiga
c. Konsolidasi atau Merger
d. Pemecahan badan usaha
e. Penjualan saham
f. Penjualan saham secara langsung (direct placement)
g. Pembentukan perusahaan patungan.
Ada beberapa dasar pertimbangan bagi perusahaan untuk melakukan tindakan
restrukturisasi yaitu:
restrukturisasi yaitu:
1. Strategi Usaha
Dalam rangka mempertahankan kelangsungan usaha perusahaan
tersebut,
beroperasi dengan skala yang besar sehingga biaya per unitnya dapat menjadi
lebih rendah, pengembangan produk yang dihasilkan baik dari segi jenis maupun mutu, pengembangan pasar dan teknologi juga merupakan salah satu faktor yang
mendorong perusahaan melakukan restrukturisasi usaha
beroperasi dengan skala yang besar sehingga biaya per unitnya dapat menjadi
lebih rendah, pengembangan produk yang dihasilkan baik dari segi jenis maupun mutu, pengembangan pasar dan teknologi juga merupakan salah satu faktor yang
mendorong perusahaan melakukan restrukturisasi usaha
2. Efisiensi dan Sinergi
Dengan melakukan restrukturisasi usaha diharapkan perusahaan akan
mampu
melakukan efisiensi dan kerja sama dengan pihak lain dalam bidang operasi usaha, keuangan, perpajakan, manajemen dan tenaga kerja.
melakukan efisiensi dan kerja sama dengan pihak lain dalam bidang operasi usaha, keuangan, perpajakan, manajemen dan tenaga kerja.
3. Nilai Usaha
Dengan melakukan restrukturisasi usaha diharapkan perusahaan mampu
menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang lain yang lebih kompeten dalam
menangani perusahaan tersebut, misalnya mempunyai akses ke pasar modal,
pasar uang, investor dan sekaligus meningkatkan nilai saham.
menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang lain yang lebih kompeten dalam
menangani perusahaan tersebut, misalnya mempunyai akses ke pasar modal,
pasar uang, investor dan sekaligus meningkatkan nilai saham.
Penggabungan usaha (business combination) atau yang biasa
dikenal dengan
konsolidasi atau merger merupakan salah satu bentuk tindakan restrukturisasi yang paling sering dipakai, dibanding tindakan-tindakan yang lainnya. Floyd A. Beams dan Amir Abadi Jusuf (1998:2-3) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan di Indonesia mengungkapkan bahwa ada beberapa alasan yang muncul sehingga beberapa perusahaan mengambil tindakan untuk melakukan penggabungan usaha yaitu :
konsolidasi atau merger merupakan salah satu bentuk tindakan restrukturisasi yang paling sering dipakai, dibanding tindakan-tindakan yang lainnya. Floyd A. Beams dan Amir Abadi Jusuf (1998:2-3) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan di Indonesia mengungkapkan bahwa ada beberapa alasan yang muncul sehingga beberapa perusahaan mengambil tindakan untuk melakukan penggabungan usaha yaitu :
a. Manfaat biaya (Cost Advantange).
Acapkali lebih murah bagi perusahaan untuk memperoleh fasilitas
yang dibutuhkan melalui penggabungan dibandingkan melalui pengembangan,
terutama pada keadaan inflasi
b. Risiko Lebih Rendah (Lower Risk).
Membeli lini produk dan pasar yang telah didirikan biasanya lebih
besar risikonya dibandingkan dengan mengembangkan produk baru dan pasarnya.
Penggabungan usaha kurang berisiko terutama ketika tujuannya adalah
diversifikasi
c. Penundaan Operasi Lebih Sedikit (Fewer Operating Delays).
Fasilitasfasilitas pabrik yang diperoleh melalui penggabungan
usaha dapat diharapkan untuk segera beroperasi. Sedangkan apabila membangun
fasilitas perusahaan yang baru akan menimbulkan masalah yang baru juga misalnya
perlunya izin pemerintah.
d. Mencegah Pengambilalihan (Avoidance of Takeovers).
Beberapa perusahaan bergabung untuk mencegah pengambilalihan
diantara mereka.
e. Akuisisi Harta Tidak Berwujud (Acquisition of Intangible
Assets).
Penggabungan usaha melibatkan penggabungan sumber daya tidak berwujud maupun berwujud. Akusisi atas hak paten, hak atas mineral, database pelanggan, atau keahlian manajemen mungkin menjadi faktor utama yang memotivasi suatu penggabungan usaha
Penggabungan usaha melibatkan penggabungan sumber daya tidak berwujud maupun berwujud. Akusisi atas hak paten, hak atas mineral, database pelanggan, atau keahlian manajemen mungkin menjadi faktor utama yang memotivasi suatu penggabungan usaha
f. Alasan-alasan lain.
Selain untuk perluasan, perusahaan-perusahaan mungkin memilih penggabungan
usaha untuk memperoleh manfaat dari segi pajak. Meskipun pada dasarnya strategi
penggabungan usaha yang dilakukan oleh beberapa perusahaan memberikan banyak
manfaat, tetapi ada juga risiko yang harus ditanggung oleh perusahaan yang
melakukan penggabungan tersebut yaitu risiko sumber daya manusia, dalam hal ini
dampak dari penggabungan usaha tersebut, biasanya menyebabkan banyak orang
kehilangan pekerjaan (Floyd A. Beams, 1998:2)
2.
PEMBAHASAN
Penggabungan
Usaha (Business Combination): Definisi dan Bentuknya Penggabungan badan usaha
adalah usaha untuk menggabungkan suatu perusahaan dengan satu atau lebih
perusahaan lain ke dalam satu kesatuan ekonomis. Sedangkan PSAK No. 22 memberikan
defenisi penggabungan usaha sebagai penyatuan dua atau lebih perusahaan yang
terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan
(uniting with) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas aktiva
dan operasi perusahaan lain. Bentuk-bentuk penggabungan badan usaha dapat
dibedakan ke dalam berbagai macam bentuk yaitu :
1.
Dari Segi Jenis Usaha yang Bergabung
a.
Penggabungan Horisontal
Penggabungan
horisontal terjadi apabila perusahaan-perusahaan yang bergabung menjalankan
fungsi produksi dan penjualan barang-barang yang sejenis. Latar belakang
penggabungan secara horizontal ini adalah untuk mengurangi tingkat persaingan
di antara perusahan sejenis tersebut.
b.
Penggabungan Vertikal
Penggabungan
vertikal yang terjadi antara badan usaha, dimana badan usaha yang satu bersifat
sebagai penyedia bahan baku, supplies bagi bahan produk perusahaan lainnya.
Tujuan dari penggabungan jenis ini adalah dalam rangka mendapatkan kepastian
pemasaran hasil produksi atau kontinuitas persediaan bahan baku.
c.
Penggabungan Konglomerasi
Penggabungan
ini merupakan gabungan antara penggabungan horisontal dan vertikal. Tujuan dari
penggabungan jenis ini adalah menggabungkan sumbersumber ekonomi yang dimiliki oleh
masing-masing perusahaan yang bergabung.
2.
Dari Segi Kejadian Hukumnya
a.
Merger
Merger
adalah penggabungan perusahaan dengan jalan pemilikan langsung oleh suatu
perusahaan terhadap harta milik dari satu atau lebih perusahaan yang
digabungkan. Penggabungan dengan cara merger mengkibatkan perusahaan yang
menyerahkan harta miliknya dibubarkan dan kehilangan statusnya sebagai unit
usaha yang terpisah. Sedangkan perusahaan yang mengambil alih harta adalah
satu-satunya perusahaan yang identitasnya masih seperti sediakala.
b.
Konsolidasi
Pengabungan
perusahaan disebut dengan konsolidasi, jika dalam proses penggabungan itu
dibentuk sebuah perusahaan baru dengan tujuan khusus untuk membeli (mengambil
alih) harta milik dan mengkui hutang-hutang dari dua atau lebih perusahaan yang
telah ada. Kadang-kadang suatu penggabungan usaha
dapat mengakibatkannya terjadinya legal merger. Suatu legal merger biasanya
merupakan merger dua badan usaha melalui salah satu cara berikut :
- Aktiva dan kewajiban dari suatu perusahaan dialihkan ke perusahaan lain dan perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan, atau
- Aktiva dan kewajiban dari suatu perusahaan dialihkan ke perusahaan lain dan perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan, atau
- Aktiva dan kewajiban dari dua atau lebih perusahaan dialihkan ke
perusahaan baru dan kedua perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut
dibubarkan (PSAK No. 22)
Masalah Akuntansi dan Perpajakan yang Timbul dalam Penggabungan Usaha
1. Masalah Akuntansi dalam Penggabungan Badan Usaha
1. Masalah Akuntansi dalam Penggabungan Badan Usaha
Ada dua prosedur pencatatan akuntansi apabila ada dua atau lebih
badan usaha yang diselenggarakan bersama atau digabung yaitu :
a. Pembelian (by purchase)
Penggabungan badan usaha dikatakan atas dasar pembelian apabila penggabungan
badan usaha tersebut berakibat para pemilik perusahaan yang bergabung tidak
ikut berpartisipasi secara substansial di dalam perusahaan tunggal yang dibentuk.
Selanjutnya apabila suatu kombinasi usaha dianggap suatu “pembelian” maka harta
kekayaan yang diperoleh dalam transaksi penggabungan harus dicatat dalam
buku-buku usaha yang memperolehnya atas
dasar harga perolehan yang diukur dengan uang. Singkatnya metode pembelian didasarkan pada asumsi bahwa penggabungan usaha merupakan suatu transaksi dimana suatu entitas memperoleh aktiva bersih dari perusahaan-perusahaan lain yang bergabung. Ilustrasi berikut ini akan memberikan gambaran jelas mengenai penggabungan badan usaha secara merger atas dasar “pembelian” PT Aku memperoleh aktiva bersih PT Dia melalui penggabungan dengan metode pembelian atau by purchase. Berikut ini adalah neraca dari PT Dia.
dasar harga perolehan yang diukur dengan uang. Singkatnya metode pembelian didasarkan pada asumsi bahwa penggabungan usaha merupakan suatu transaksi dimana suatu entitas memperoleh aktiva bersih dari perusahaan-perusahaan lain yang bergabung. Ilustrasi berikut ini akan memberikan gambaran jelas mengenai penggabungan badan usaha secara merger atas dasar “pembelian” PT Aku memperoleh aktiva bersih PT Dia melalui penggabungan dengan metode pembelian atau by purchase. Berikut ini adalah neraca dari PT Dia.
Tabel 1.
Neraca dengan Asumsi Metodeby Purchase
Neraca PT Dia
Per 31 Maret 1997
Neraca dengan Asumsi Metodeby Purchase
Neraca PT Dia
Per 31 Maret 1997
Nilai buku
|
Nilai wajar
|
||
Aktiva
|
|||
Kas
|
Rp 50.000.000
|
Rp 50.000.000
|
|
Piutang bersih
|
150.000.000
|
140.000.000
|
|
Persediaan
|
200.000.000
|
250.000.000
|
|
Tanah
|
50.000.000
|
100.000.000
|
|
Bangunan-bersih
|
300.000.000
|
500.000.000
|
|
Peralatan-bersih
|
250.000.000
|
350.000.000
|
|
Hak paten
|
-
|
50.000.000
|
|
Total
aktiva
|
Rp 1.000.000.000
|
Rp 1.440.000.000
|
|
Kewajiban
|
|||
Hutang usaha
|
60.000.000
|
60.000.000
|
|
Wesel bayar
|
150.000.000
|
135.000.000
|
|
Kewajiban lain-lain
|
40.000.000
|
45.000.000
|
|
Total
kewajiban
|
(Rp
250.000.000)
|
(Rp
240.000.000)
|
|
Aktiva
bersih
|
|||
Rp
750.000.000
|
Rp 1.200.000.000
|
||
PT Aku membayar Rp 400.000.000 tunai dan menerbitkan 50.000 lembar
saham biasa dengan nilai nominal Rp 10.000, nilai pasar Rp 20.000 per saham
untuk memperoleh aktiva bersih PT Dia. Ayat jurnal untuk mencatat penggabungan usaha
pada buku PT Aku adalah sebagai berikut :
Investasi pada PT Dia Rp 1.400.000.000
-
Kas - Rp 400.000.000
Saham-biasa - Rp 500.000.000
Tambahan modal disetor - Rp 500.000.000
Untuk mencatat penerbitan 50.000 lembar saham biasa nominal Rp. 10.000
ditambah dengan kas Rp 400.000.000 dalam penggabungan usaha dengan metode pembelian atas PT Dia adalah
Kas - Rp 400.000.000
Saham-biasa - Rp 500.000.000
Tambahan modal disetor - Rp 500.000.000
Untuk mencatat penerbitan 50.000 lembar saham biasa nominal Rp. 10.000
ditambah dengan kas Rp 400.000.000 dalam penggabungan usaha dengan metode pembelian atas PT Dia adalah
Kas Rp
50.000.000 -
Piutang bersih Rp 140.000.000 -
Persediaan Rp 250.000.000 -
Tanah Rp 100.000.000 -
Bangunan Rp 500.000.000 -
Peralatan Rp 350.000.000 -
Hak paten Rp 50.000.000 -
Goodwill Rp 200.000.000 -
Hutang usaha - Rp60.000.000
Wesel bayar - Rp135.000.000
Kewajiban lain-lain - Rp45.000.000
Investasi pada PT Dia - Rp1.400.000.000
Goodwill sebesar Rp 200.000.000 merupakan selisih antara nilai wajar aktiva dan nilai perolehan suatu aktiva dalam hal ini selisih antara Rp 1.400.000.000 dan Rp 1.200.000.000. Sesuai dengan prinsip akuntansi goodwill yang timbul sebesar Rp 200.000.000 ini nantinya harus diamortisasi.
Piutang bersih Rp 140.000.000 -
Persediaan Rp 250.000.000 -
Tanah Rp 100.000.000 -
Bangunan Rp 500.000.000 -
Peralatan Rp 350.000.000 -
Hak paten Rp 50.000.000 -
Goodwill Rp 200.000.000 -
Hutang usaha - Rp60.000.000
Wesel bayar - Rp135.000.000
Kewajiban lain-lain - Rp45.000.000
Investasi pada PT Dia - Rp1.400.000.000
Goodwill sebesar Rp 200.000.000 merupakan selisih antara nilai wajar aktiva dan nilai perolehan suatu aktiva dalam hal ini selisih antara Rp 1.400.000.000 dan Rp 1.200.000.000. Sesuai dengan prinsip akuntansi goodwill yang timbul sebesar Rp 200.000.000 ini nantinya harus diamortisasi.
b. Penyatuan Kepentingan (Pooling of Interest)
Apabila suatu penggabungan usaha dianggap sebagai suatu pooling
of interest maka badan usaha yang baru dianggap sebagai kelanjutan
dari semua badan usaha yang bergabung, baik dalam bentuk suatu badan usaha yang
tunggal maupun sebagai induk perusahaan dengan satu atau beberapa anak perusahaan.
Ilustrasi di bawah ini akan memperjelas penggunaan metode pooling of
interest. Berikut ini adalah neraca saldo PT Bunga dan PT Mawar.
Tabel 2.
Neraca Saldo dengan Asumsi Metode Pooling of Interest
Neraca Saldo PT Bunga dan PT Mawar
Per 31 Maret 1997
Neraca Saldo dengan Asumsi Metode Pooling of Interest
Neraca Saldo PT Bunga dan PT Mawar
Per 31 Maret 1997
PT Bunga PT Mawar
Aktiva lain-lain Rp 750.000.000 Rp 290.000.000
Beban-beban Rp 150.000.000 Rp 60.000.000
Total Debit Rp 900.000.000 Rp 350.000.000
Modal saham @ Rp. 10.000 Rp 500.000.000 Rp 200.000.000
Laba ditahan Rp 200.000.000 Rp 50.000.000
Pendapatan Rp 200.000.000 Rp 100.000.000
Total kredit Rp 900.000.000 Rp 900.000.000
Apabila
PT Bunga bermaksud ingin menggabungkan diri dengan PT Mawar, dengan penerbitan
22.000 lembar saham biasa dengan nilai nominal Rp 10.000 untuk memperoleh aktiva
tetap milik PT Mawar dimana dalam hal ini identitas PT Bunga tetap atau tidak
akan ada perusahaan baru yang terbentuk, maka pencatatan yang dilakukan di
dalam pembukuan PT Bunga adalah :
Aktiva Lain-lain Rp 1.040.000.000 -
Beban-beban Rp 210.000.000 -
Modal saham - Rp 720.000.000
Laba ditahan - Rp 230.000.000
Pendapatan - Rp 300.000.000
Dari
kedua metode di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa apabila penggabungan
perusahaan dengan menggunakan metode by purchase, maka harta kekayaan yang
diperoleh oleh suatu badan usaha yang melakukan pengambilan tersebut dicatat
dan diakui sebesar nilai pasarnya (penilaian kembali), sebaliknya modal saham
dicatat dengan jumlah yang sama. Hal ini mendorong untuk diakui adanya “Aktiva
Tak Berwujud” (Goodwill) yang merupakan selisih lebih antara biaya perolehan
dan bagian (interest) perusahaan pengakusisi atas nilai wajar aktiva dan
kewajiban yang dapat diidentifikasi pada tanggal transaksi. Apabila penggabungan
badan usaha tersebut dilakukan dengan menggunakan pooling of interest, maka
jumlah harta, hutang dan hak para pemegang saham yang dilaporkan perusahaan-perusahaan
yang menggabungkan diri contoh di atas
PT
Bunga dan PT Mawar dicatat dan diakui sesuai dengan nilai bukunya, maka dengan
menggunakan metode ini sama sekali tidak menimbulkan adanya pengakuan “aktiva
tak berwujud” atau dalam hal ini goodwill atau bisa disimpulkan bahwa
penggabungan perusahaan atas dasar pooling of interest, harta, kewajiban, modal
dan beban yang menjadi milik kedua perusahaan digabungkan seperti biasa. Misalnya
pada contoh di atas aktiva lain-lain milik PT Bunga dan PT Mawar berturut –
turut Rp 750.000.000 dan Rp 290.000.000. Apabila kedua perusahaan menggabungkan
diri dengan metode pooling of interest, maka jumlah aktiva yang dilaporkan
dalam neraca perusahaan baru atau perusahaan yang tetap mempertahankan
identitasnya adalah merupakan penjumlahan antara Rp 750000.000 dan
Rp
290.000.000.
2.
Masalah Perpajakan dalam Penggabungan
Usaha
Aspek
perpajakan berpengaruh terhadap penentuan metode apa yang akan dipakai dalam
penggabungan usaha selain dengan menggunakan pertimbangan hukum. Perlu
diketahui bahwa pasal 4 ayat 1 huruf d angka 1 Undang-Undang Perpajakan No. 10
Tahun 1994, menyebutkan bahwa keuntungan karena penjualan atau karena
pengalihan harta termasuk keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah salah satu objek pajak.
Kemudian Pasal 10 ayat 3, Undang-undang Pajak Penghasilan No. 10 Tahun 1994
mengatur tentang dasar pengenaan pajak atas penggabungan usaha. Pasal ini mengatur
bahwa:
"Nilai
perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilan usaha adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (market price),
kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan "
Apabila
mengacu pada peraturan pajak ini berarti bisa diambil suatu kesimpulan bahwa
penggabungan usaha yang diperkenankan menurut ketentuan perpajakan adalah
dengan menggunakan metode by purchase, yang menilai aktiva berdasarkan harga
pasar bukan menggunakan metode pooling of interest, yang menilai aktiva
berdasarkan nilai sisa buku. Meskipun demikian seperti yang dikatakan dalam
pasal 10 ayat 3 bahwa dasar penilaian lain dimungkinkan, dalam hal ini
menggunakan metode pooling of interest dengan terlebih dahulu meminta izin kepada
menteri keuangan. Hal ini juga diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
637/KMK.04/1994 pasal 1 bahwa :
"Wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha perbankan atau
Wajib Pajak
yang akan menjual sahamnya di bursa efek dapat melakukan pengalihan harta
dengan menggunakan nilai buku harta sepanjang pengalihan tersebut dilakukan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha dan badan-badan lain yang terkait dalam penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha satu sama lain mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) Undang-undang No. 7 Tahun 1993
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1994 "
yang akan menjual sahamnya di bursa efek dapat melakukan pengalihan harta
dengan menggunakan nilai buku harta sepanjang pengalihan tersebut dilakukan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha dan badan-badan lain yang terkait dalam penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha satu sama lain mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) Undang-undang No. 7 Tahun 1993
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1994 "
Ketentuan perpajakan tidak seperti prinsip akuntansi yang mengatur
bahwa
pemilihan metode penggabungan usaha yang dipakai didasarkan dengan
memperhatikan makna ekonomisnya dan bukan melihat pada bagaimana transaksi
itu menurut hukumnya (formalitas). Dengan demikian bisa diartikan bahwa prinsip
akuntansi membebaskan perusahaan untuk memilih metode mana yang akan
dipakai.
Pertanyaan yang timbul adalah mengapa Direktorat Jenderal Pajak memutuskan untuk tidak memperbolehkan penggunaan metode pooling of interest dalam rangka penggabungan usaha. Jawabannya tidak lain bahwa dengan pooling of interset, tidak ada pajak yang dibebankan atas penggabungan usaha tersebut, lain halnya apabila menggunakan metode by purchase yang berdasarkan pada nilai pasar.
pemilihan metode penggabungan usaha yang dipakai didasarkan dengan
memperhatikan makna ekonomisnya dan bukan melihat pada bagaimana transaksi
itu menurut hukumnya (formalitas). Dengan demikian bisa diartikan bahwa prinsip
akuntansi membebaskan perusahaan untuk memilih metode mana yang akan
dipakai.
Pertanyaan yang timbul adalah mengapa Direktorat Jenderal Pajak memutuskan untuk tidak memperbolehkan penggunaan metode pooling of interest dalam rangka penggabungan usaha. Jawabannya tidak lain bahwa dengan pooling of interset, tidak ada pajak yang dibebankan atas penggabungan usaha tersebut, lain halnya apabila menggunakan metode by purchase yang berdasarkan pada nilai pasar.
Contoh di atas akan dipergunakan untuk memperjelas perbedaan
antara kedua metode tersebut dari sisi pengenaan pajak penghasilan. Pada metode
by purchase nilai buku aktiva (book value) dari PT Dia adalah Rp
750.000.000, sedangkan nilai wajar atau nilai pasarnya (market price)
sebesar Rp 1.200.000.000, maka ada penghasilan sebesar Rp 450.000.000 yang
timbul sebagai akibat adanya selisih antara nilai wajar (market price)
dengan nilai buku (book value) Penghasilan inilah yang merupakan objek
pajak penghasilan.
Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 4 ayat 1
Undang-Undang Perpajakan No. 10 Tahun 1994 bahwa: “Yang menjadi objek pajak
adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama
dan dalam bentuk apapun” Selanjutnya huruf d angka 3 dari pasal 4 ini
menyebutkan bahwa salah satu yang termasuk objek pajak adalah “Keuntungan karena
likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan
usaha” Jadi keuntungan yang diperoleh oleh PT Aku yang
disebabkan karena penggabungan usaha dengan cara melakukan pembelian aktiva milik PT Dia adalah merupakan objek pajak.
disebabkan karena penggabungan usaha dengan cara melakukan pembelian aktiva milik PT Dia adalah merupakan objek pajak.
Sekarang bagaimana dasar pengenaan pajak untuk perusahaan yang
melakukan penggabungan usaha atas dasar metode pooling of interest. Seperti telah dijelaskan di atas, metode pooling of interest menggunakan nilai buku sebagai dasar dalam pengalihan harta dari penggabungan perusahaan. Dengan ini berarti bahwa penggabungan perusahaan dengan metode pooling of interest, sama sekali tidak menghasilkan penghasilan kena pajak, karena penggabungan tersebut didasarkan atas nilai buku dari kedua perusahan, dan bukan berdasarkan suatu penilaian kembali atau nilai pasar.
melakukan penggabungan usaha atas dasar metode pooling of interest. Seperti telah dijelaskan di atas, metode pooling of interest menggunakan nilai buku sebagai dasar dalam pengalihan harta dari penggabungan perusahaan. Dengan ini berarti bahwa penggabungan perusahaan dengan metode pooling of interest, sama sekali tidak menghasilkan penghasilan kena pajak, karena penggabungan tersebut didasarkan atas nilai buku dari kedua perusahan, dan bukan berdasarkan suatu penilaian kembali atau nilai pasar.
Tidak dapat diketahui dengan pasti apa yang menjadi latar belakang
dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 422/KMK.04/1998
tanggal 9 September 1998, tentang penggunaaan nilai buku atas pengalihan harta
dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha sebagai pengganti
Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 637/KMK.04/1994 tentang penggunaan nilai
buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran
usaha. Penyebab tidak diberlakukannya lagi KMK No. 637 tersebut karena
penyesuaian atas kondisi yang dialami oleh bangsa Indonesia, yaitu krisis
moneter, yang sangat memberikan dampak signifikan terhadap
perkembangan perusahaan khususnya dengan adanya kerugian yang disebabkan adanya selisih kurs, sehingga banyak perusahaan baik diwajibkan maupun atas inisiatif sendiri mengambil langkah-langkah untuk melakukan tindakan restrukturisasi dalam bentuk penggabungan usaha. Karena apabila KMK No. 637/KMK.04/1994 tetap diberlakukan, akan menimbulkan masalah baru lagi bagi perusahaan. Di satu-sisi dituntut adanya tindakan restrukturisasi, disisi lain tindakan restrukturisasi itu menimbulkan “beban” bagi perusahaan berupa pembayaran pajak atas keuntungan yang diperoleh akibat adanya penggabungan usaha.
perkembangan perusahaan khususnya dengan adanya kerugian yang disebabkan adanya selisih kurs, sehingga banyak perusahaan baik diwajibkan maupun atas inisiatif sendiri mengambil langkah-langkah untuk melakukan tindakan restrukturisasi dalam bentuk penggabungan usaha. Karena apabila KMK No. 637/KMK.04/1994 tetap diberlakukan, akan menimbulkan masalah baru lagi bagi perusahaan. Di satu-sisi dituntut adanya tindakan restrukturisasi, disisi lain tindakan restrukturisasi itu menimbulkan “beban” bagi perusahaan berupa pembayaran pajak atas keuntungan yang diperoleh akibat adanya penggabungan usaha.
Berikut ini adalah isi lengkap Keputusan Menteri Keuangan No. 422/KMK.04/1998.
Pada pasal 2 disebutkan bahwa “wajib pajak dapat menggunakan nilai buku dalam
rangka penggabungan atau peleburan usaha” Tidak disebutkan sama sekali
klasifikasi perusahaan dengan jenis usaha seperti apa yang wajib menggunakan
nilai buku, seperti yang disebutkan pada pasal 1 KMK No. 637/KMK.04/1994 bahwa:
“wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha perbankan atau wajib pajak yang
akan menjual sahamnya di bursa efek dapat
melakukan pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku harta sepanjang pengalihan tersebut dilakukan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha....” Selanjutnya pasal 2 dari KMK No. 422/KMK.04/1998 menyebutkan syarat yang harus dipenuhi wajib pajak dalam melakukan penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku yaitu :
melakukan pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku harta sepanjang pengalihan tersebut dilakukan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha....” Selanjutnya pasal 2 dari KMK No. 422/KMK.04/1998 menyebutkan syarat yang harus dipenuhi wajib pajak dalam melakukan penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku yaitu :
a. melunasi seluruh utang pajak dari setiap badan usaha yang
terkait;
b. tidak boleh mengalihkan sisa kerugian dari badan usaha yang
lama, apabila sebelum dilakukan penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha
ternyata wajib pajak yang terkait masih mempunyai sisa kerugian yang belum
dikompensasikan; dan
c. mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Selanjutnya pasal 5 menyebutkan bahwa “wajib pajak yang
menerima pengalihan harta mencatat nilai perolehan harta tersebut sesuai dengan
nilai sisa buku dan penyusutan atas harta tersebut dilakukan berdasarkan masa
manfaat yang tersisa”. Kemudian pasal 6 menyebutkan syarat lain yang harus
dipenuhi yaitu “apabila pengabungan, peleburan, atau pemekaran usaha dilakukan
dalam tahun pajak berjalan, maka jumlah angsuran pajak penghasilan pasal 25
dari pihak atau pihak-pihak yang menerima, pengalihan tidak boleh lebih kecil
dari jumlah angsuran yang wajib dibayar oleh pihak atau pihak-pihak yang
mengalihkan“ Perubahan lebih lanjut untuk ketentuan yang berhubungan dengan
penggunaan
nilai buku ada di dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No. 469/KMK.04/1998 tanggal 30 Oktober 1998. Pasal 2 menyebutkan bahwa wajib pajak yang melakukan penggabungan atau peleburan usaha dengan menggunakan nilai buku tidak boleh mengalihkan kerugian/sisa kerugian badan usaha lama, kecuali :
nilai buku ada di dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No. 469/KMK.04/1998 tanggal 30 Oktober 1998. Pasal 2 menyebutkan bahwa wajib pajak yang melakukan penggabungan atau peleburan usaha dengan menggunakan nilai buku tidak boleh mengalihkan kerugian/sisa kerugian badan usaha lama, kecuali :
a. Wajib pajak tersebut melakukan revaluasi aktiva tetapnya
terlebih dahulu;
b. Masih aktif menjalankan usahanya;
c. Wajib pajak yang menerima penggabungan usaha atau Wajib Pajak
hasil peleburan usaha sekurang-kurangnya sampai dengan 2 (dua) tahun setelah selesainya
proses penggabungan atau peleburan usaha.
Menurut ketentuan ini bagi dua atau lebih perusahaan yang
bergabung, apabila ada salah satu perusahaan yang mengalami kerugian, maka
kerugian dari perusahaan tersebut tidak boleh dialihkan ke badan usaha yang
lama. Kerugian ini boleh dialihkan apabila perusahaan sudah melakukan revaluasi
aktiva tetap. Jika perusahaan yang mengalami kerugian tersebut melakukan
revaluasi aktiva tetap, berarti aktiva tetap tersebut akan dinilai berdasarkan
nilai wajar atau nilai pasar (market price). Penilaian ini akan
menyebabkan timbulnya keuntungan, karena penilaian kembali atas aktiva tetap
merupakan salah satu objek pajak penghasilan.
Apabila diteliti lebih lanjut dengan menggunakan kasus
penggabungan PT Aku dan PT. Dia di atas, bisa dilihat bahwa sebenarnya
keuntungan yang diperoleh apabila ditinjau dari perusahaan yang diambil alih,
keuntungan yang diperoleh bukan dari selisih harga pasar dengan nilai sisa buku
saja, yang merupakan objek pajak, tetapi juga nilai goodwillnya. Jadi
proses penggabungan usaha antara PT Aku dan PT. Dia, memberikan keuntungan
sebesar Rp 650.000.000 yang merupakan penjumlahan antara goodwill, Rp
200.000.000 dan Rp 450.000.000 yang merupakan selisih antara harga pasar dan
nilai sisa buku. Bila diteliti dengan seksama jumlah inilah yang sebenarnya
merupakan objek pajak, karena keuntungan yang diperoleh dari penggabungan usaha
tersebut juga termasuk nilai goodwill didalamnya, bukan hanya keuntungan
yang diakibatkan selisih antara harga pasar dan nilai buku.
Yang harus diwaspadai, usaha-usaha perusahaan dalam melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha, sering dijadikan sebagai suatu cara untuk memanipulasi pajak, dengan cara menetapkan harga pasar yang lebih rendah.
Yang harus diwaspadai, usaha-usaha perusahaan dalam melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha, sering dijadikan sebagai suatu cara untuk memanipulasi pajak, dengan cara menetapkan harga pasar yang lebih rendah.
3. KESIMPULAN
Penggabungan usaha adalah usaha untuk menggabungkan suatu
perusahaan dengan satu atau lebih perusahaan lain ke dalam satu kesatuan
ekonomis. Dalam akuntansi ada dua metode pencatatan yang dipakai yaitu metode by
purchase dan pooling of interest. Metode by purchase, harta
kekayaan yang diperoleh oleh suatu badan usaha yang melakukan pengambilan
tersebut dicatat dan diakui sebesar nilai pasarnya. Hal ini mendorong perlunya
pengakuan atas aktiva tak berwujud atau goodwill, yang merupakan selisih
lebih antara biaya perolehan dan bagian (interest) perusahaan
pengakusisi atas nilai wajar aktiva dan kewajiban yang dapat diidentifikasi
pada tanggal transaksi. Sedangkan apabila penggabungan badan
usaha dengan menggunakan metode pooling of interest, maka jumlah harta, hutang dan hak para pemegang saham yang dilaporkan perusahaan-perusahaan yang menggabungkan diri dicatat dan diakui sesuai dengan nilai bukunya, maka dengan menggunakan metode ini sama sekali tidak menimbulkan adanya goodwiil.
usaha dengan menggunakan metode pooling of interest, maka jumlah harta, hutang dan hak para pemegang saham yang dilaporkan perusahaan-perusahaan yang menggabungkan diri dicatat dan diakui sesuai dengan nilai bukunya, maka dengan menggunakan metode ini sama sekali tidak menimbulkan adanya goodwiil.
Implikasi kedua metode ini terhadap perpajakan yaitu pihak fiskus
dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak pada mulanya tidak mengizinkan untuk
menggunakan metode pooling of interest apabila melakukan penggabungan
usaha, karena dengan metode ini tidak dihasilkan taxable income atau
objek pajak penghasilan. Pada metode ini jumlah harta, hutang dan hak para pemegang
saham dicatat dan diakui sesuai dengan nilai bukunya. Timbul perbedaan apabila
penggabungan ini menggunakan metode by purchase, akan timbul yang
namanya keuntungan karena penggabungan usaha yang merupakan objek pajak
pengahsilan. Keuntungan ini disebabkan harta dan kekayaan yang diperoleh oleh
suatu badan usaha yang melakukan pengambilalihan tersebut dicatat dan diakui
sebesar nilai pasarnya. Keuntungan itu akan timbul apabila terjadi selisih
lebih antara harga pasar dan nilai sisa buku.
Kondisi krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda bangsa
Indonesia menyebabkan pihak Direktorat Jenderal Pajak melakukan perubahan
keputusan. Dengan keputusan ini penggabungan usaha dengan menggunakan metode pooling
of interest hanya untuk wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha
perbankan atau wajib pajak yang akan menjual sahamnya di bursa efek. Dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan No 469/KMK.04/1998 tanggal 30
Oktober, maka penggunaan metode pooling of interest tidak lagi dibatasi
pada perusahaanperusahaan tertentu, melainkan untuk semua jenis perusahaan
dengan syaratsyarat sebagai berikut :
1. Semua kewajiban perpajakan harus lunas
2. Tidak terjadi konsolidasi kerugian
3. Penilaian asset berdasar nilai buku dan disusun berdasar sisa
masa manfaat
4. Angsuran bulanan PPh pasal 25 tidak lebih rendah dari total
sebelum penggabungan
DAFTAR
PUSTAKA
Beams, Floyd dan Amir Abadi
Yusuf (1998), Akuntansi Keungan Lanjutan di Indonesia, Buku Satu, Jakarta : Salemba Empat
Gunadi (1999), Pajak Dalam Aktivitas Bisnis, Jakarta : Abdi
TANDUR
Ikatan Akuntan Indonesia
(1998), “Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan”, Jakarta : Devisi
Penerbitan IAI
Departemen Keuangan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Pajak (1994) “Ketentuan Perpajakan Indonesia :
Undang-Undang Perpajakan No. 10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan”, Jakarta:
Dirjen Pajak.
Departemen Keuangan Republik
Indonesia (1989), “Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/KMK.00/1989
tentang Restrukturisasi”, Jakarta: Dirjen Pajak.
Departemen Keuangan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Pajak (1994), “Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 637/KMK.04/1994 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan
Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha”, Jakarta:
Dirjen Pajak.
Departemen Keuangan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Pajak (1998), “Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 422/KMK.04/1998 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan
Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha”, Jakarta:
Dirjen Pajak.
Departemen Keuangan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Pajak (1998), “Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 469/KMK.04/1998 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan
Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha”,
Jakarta: Dirjen Pajak.
Yunus Hadori dan Harnanto
(1996), Akuntansi Keuangan Lanjutan, Edisi Pertama, Yokyakarta : BPFE
0 komentar:
Post a Comment