BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Perusahaan pasti mempunyai aktiva tidak berwujud yang
digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan. Aktiva tak berujud adalah hak,
hak istimewa dan keuntungan kompetitif yang timbul dari pemilikan suatu aktiva
yang berumur panjang, yang tidak memiliki wujud fisik tertentu. Bukti pemilikan
aktiva tak berujud bisa berupa kontrak, lisensi atau dokumen lain. Dimana Aktiva tidak berwujud merupakan bagian dari Aset Nonlancar lainnya
yang di neraca diklasifikasikan dan disajikan sebagai Aset Lainnya.
Dengan penjelasan yang sangat minim ini tentu saja berpotensi pada
kurang akuratnya pencatatan terhadap transaksi Aktiva tidak berujud tersebut. Sebagai bagian dari neraca, aktiva tidak berwujud juga memerlukan standar akuntansi untuk
memberi penjelasan yang terkait dengan pengakuan, pengukuran, serta
pengungkapan dan penyajian dalam laporan keuangan. Selain itu juga terdapat
kemungkinan adanya perlakuan khusus, contohnya yang terkait dengan amortisasi
dan penghentian serta penghapusannya.
Dalam pembahasan
ini, sistem penjualan tidak dibahas mengingat keterbatasan ruang lingkup
pembahasan. Dengan demikian kami disini akan membahas salah satu aspek mengenai
aktiva tidak berwujud yaitu, Audit terhadap siklus pengeluaran: Pengujian substantif
terhadap aktiva tidak berwujud.
1.2
Rumusan
masalah
1. Apa
yang di maksud dengan AktivaTidak Berwujud?
2. Apa
saja yang termasuk prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia dalam
penyajian aktiva tidak berwujud?
3. Apa
saja tujuan audit terhadap aktiva tidka berwujud?
4. Prosedur
apa saja yang ada pada pengujian subtantif terhadap aktiva tidak berwujud?
1.3 Tujuan
Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas
maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan mengenai aktiva tidak
berwujud
2. Memaparkan PABU dalam penyajian aktiva
tidak berwujud di neraca.
3. Memaparkan tujuan pengujian
substantif terhadap aktiva tidak berwujud.
4. Menjelaskan prosedur-prosedur dalam
tahapan program pengujian substantif terhadap aktiva tidak berwujud.
1.4 Manfaat Penulisan
Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
menambah wawasan para pembaca, khususnya para mahasiswa jurusan akuntansi, agar
nantinya dapat lebih memahami serta mendalami tentang materi yang akan dibahas
pada kesempatan kali ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Deskripsi
Aktiva tak
berwujud didefinisikan sebagai aktiva modal yang tidak mempunyai wujud fisik
dan nilainya tergantung pada hak dan keuntungan dari kepemilikan. Dimana banyak
intagibles ini berupa semacam hak
monopoli kepada pemiliknya, seperti paten, copyright, franchise dll. Akuntansi
untuk aktiva tak berwujud mempunyai masalah yang sama dengan akuntansi aktiva
jangka panjang lainya, yaitu menentukan nilai terbawa awalnya, akuntansi untuk
jumlah setelah akuisisi dalam kondisi bisnis normal ( amortisasi ) , dan
akuntansi untuk jumlah jika nilainya turun secara substansial serta
terus-menerus.
2.2
Jenis-jenis
Aktiva Tidak Berwujud
1. Hak
paten adalah suatu hak yang diberikan kepada pihak yang menemukan atau
menciptakan sesuatu yang baru agar pihak yang menemukan atau menciptakan
sesuatu yang baru tersebut dapat memanfaatkan dan mengelolanya selama jangka
waktu yang telah ditetapkan dapat selama 17 tahun. Dua jenis utama paten adalah
paten produk, yang meliputi produk fisik actual, dan paten proses, yang
mengatur proses untuk membuat suatu peroduk. Paten memberikan kepada pemegang
hak eksklusif untuk menggunakan, membuat dan menjual suatu produk/proses selama
periode 20 tahun tanpa campur tangan/pelanggaran dari pihak lain. Amortisasi
paten dapat dihitung atas dasar waktu/dasar unit yang diproduksi dan dapat
dikredit langsung ke akun paten. Cara lain adalah mengkredit akun Akumulasi
Amortisasi Paten.
Contoh
kasus:
a. Perusahaan
membeli hak paten sebesar Rp100.000.000. Masa manfaat adalah 17 tahun dan telah
dikeluarkan 7 tahun yang lalu sebelum tanggal pembelian. Masa manfaat yang tersisa
adalah 10 tahun (17 tahun–7 tahun), maka:
Amortisasi
per tahun
Ayat
Jurnal yang perlu dibuat pada akhir tahun:
Beban
Amortisasi Rp10.000.000
Paten Rp10.000.000
b. Pada
awal tahun buku sebuah perusahaan mengeluarkan uang sebesar Rp3.400.000 untuk
memperoleh hak paten. Pada saat memperoleh hak paten, perusahaan tersebut
menjurnal:
Paten Rp3.400.000
Kas Rp3.400.000
Perhitungan
amortisasi tiap tahun:
Tiap
akhir tahun jurnal penyesuaian yang dibuat:
Beban
Amortisasi Rp200.000
Paten Rp200.000
2. Hak
cipta (copy right), yaitu hak yang diberikan pemerintah kepada perusahaan atau
seseorang atas karya-karya tulisan dan seni yang dihasilkan. Hak cipta tidak
dapat diperbarui. Masa manfaat hak cipta lebih pendek dari umur hukumnya (umur
hidup pencipta ditambah 50 tahun).
3. Merek
Dagang dan Nama Dagang adalah suatu kata, frase atau symbol yang
membedakan/mengidentifikasikan suatu perusahaan/produk tertentu. Umur merek
dagang, nama dagang/nama perusahaan dapat tak terbatas namun biaya harus
diamortisasikan selama periode yang mendapatkan manfaat yang tidak melebihi 40
tahun.
4. Leasehold
adalah suatu persetujuan kontraktual antara lessor (pemilik property) dan lesse
(penyewa property) yang memberikan hak kepada lesse untuk menggunakan property
tertentu yang dimiliki oleh lessor, selama periode waktu tertentu sebagai
imbalan atas pembayaran kas yang telah ditetapkan dan pada umumnya secara
periodic. Masalah khusus muncul pada situasi berikut:
a. Pembayaran
di muka Lease
b. Pengembangan
Leasehold
c. Lease
modal.
5. Waralaba
dan Lisensi. Waralaba (Franchise) adalah penjanjian kontraktual di mana pemilik
waralaba member/ikan hak kepada pemegang waralaba untuk menjual produk/jasa
tertentu, untuk mnggunakan merek dagang/nama dagang tertentu/melakukan fungsi–fungsi
tertentu biasanya di daerah geografis yang telah ditentukan. Lisensi adalah hak
pengeperasian diperoleh melalui perjanjian dengan unit/lembaga pemerintah.
Biaya waralaba/lisensi denagn umur yang terbatas harus diamortisasikan selama
periode tidak melebihi 40 tahun.
6. Goodwill
timbul karena adanya penggabungan usaha satu perusahaan dengan perusahaan
lainnya dalam satu kesatuan usaha yang baru. Tugas pertama auditor dalam audit
terhadap goodwill adalah menumukan
bagaimana jumlah goodwill mula-mula ditetapkan didalam akun goodwill.
Contoh
kasus:
a. Goodwill
(di Amerika Serikat) dapat diamortisasi pada periode tidak lebih dari 40 tahun.
Misalnya, goodwill senilai Rp 4.800.000, dibeli tanggal 5 Januari, bulan
pertama tahun fiskal. Diputuskan untuk diamortisasikan dalam jangka maksimal
yang diizinkan.
Amortisasi tiap tahun =
Rp 4.800.000 : 40
= Rp 120.000
Jurnal penyesuaian:
Beban Amortisasi Rp120.000
Goodwill Rp
120.000
2.3
Prinsip
Akuntansi Berterima Umum Dalam Penyajian Aktiva Tidak Berwujud Di Neraca
Sebelum membahas
pengyajian subtantif terhadap aktiva tidak berwujud, perlu diketahui terlebih
dahulu prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia dalam penyajian aktiva
tidak berwujud di neraca berikut ini :
1. Aktiva
tidak berwujud harus disajikan terpisah dalam neraca
2. Jikamungkin,
aktiva tidak berwujud yang mempunyai umur ekonomis yang terbatas harus
disajikan terpisah dari aktiva tidak berwujud yang mempunyai umur ekonomis
tidak terbatas.
3. Dasar
penilaian aktiva tidak berwujud harus disebutkan, dan metode amortisasinya
harus dijelaskan dalam laporan keuangan.
2.4
Tujuan
Pengujian Subtantif Terhadap Aktiva Tidak Berwujud
1. Memperoleh
keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan aktiva
tidak berwujud.
2. Membuktikan
keberadaan aktiva tidak berwujud dan keterjadian transaksi yang berkaitan
dengan aktiva tidak berwujud yang dicantumkan di neraca.
3. Membuktikan
hak kepemilikan klien atas aktiva tidak berwujud yang dicantumkan di neraca.
4. Membuktikan
kewajaran penilaian aktiva tidak berwujud yang dicantumkan di neraca.
5. Membuktikan
kewajaran penyajian dan pengungkapan aktiva tidak berwujud di neraca.
2.5
Program
Pengujian Subtantif Terhadap Aktiva Tidak Berwujud
Program
pengujian subtantif terhadap aktiva tidak berwujud berisi prosedur audit yang
dirancang untuk mencapai tujuan audit seperti yang telah diuraiakan di atas.
2.5.1
Prosedur
Audit Awal
Dalam prosedur audit awal, auditor membuktikan keandalan saldo
aktiva tidak berwujud dengan cara membuktikan apakah aktiva tidak berwujud yang
dicantumkan di neraca didukung dengan catatan akuntansi yang diselenggarakan
dengan mekanisme akuntansi yang dapat dipercaya. Oleh karna itu auditor
melakukan prosedur audit berikut ini:
1.
Auditor mengusut saldo aktiva
tidak berwujud yang dicantumkan di neraca ke dalam akun aktiva tidak berwujud
yang diselenggarakan di dalam buku besar.
2.
Membuktikan ketelitian
penghitungan saldo akun Aktiva Tidak Berwujud di dalam buku besar.
3.
Lakukan mutasi luar biasa dalam
jumlah dan sumber posting dalam akun aktiva tidak berwujud dan akumulasi
amortisasinya
4.
Mengusut saldo awal akun Aktiva
Tidak Berwujud dan Akumulasi Amortisasi ke kertas kerja tahun yang lalu.
5.
Membuktikan sumber pendebitan
dan pengkreditan akun aktiva tidak berwujud di dalam buku besar ke dalam
register bukti kas keluar dan jurnal umum.
2.5.2
Prosedur
analitik
Ratio berikut
ini seringkali digunakan oleh auditor dalam pengujian analitik terhadap aktiva tidak
berwujud:
Ratio
|
formula
|
Tingkat perputaran aktiva tidak
berwujud
|
|
Ratio laba bersih dengan aktiva tidak berwujud
|
|
Ratio aktiva tidak berwujud dengan
total aktiva
|
2.5.3
Pengujian
terhadap transaksi rinci
Dalam pengujian transaksi rinci, auditor
memeriksa bukti pendukung pencatatan transaksi pemerolehan dan amortisasi
aktiva tidak berwujud. Auditor juga meminta informasi dari klien mengenai
manfaat aktiva tidak berwujud di masa yang akan datang dalam memverifikasi
eksistensi aktiva tidak berwujud.
Dalam pengujian atas akun rinci, auditor melakukan: mempelajari notulen rapat direksi, perjanjian, surat izin dari pemerintah, dan dokumen lain yang membuktikan eksistensi aktiva tidak berwujud, meminta informasi dari klien atau sumber lain mengenai manfaat aktiva berwujud bagi klien di masa yang akan datang, melakukan inspeksi dan pemeriksaan atas surat perjanjian, surat izin dari pemerintah, dan dokumen yang menunjukkan hak pemilikan klien atas aktiva tidak berwujud. Aktiva tidak berwujud disajikan di neraca pada nilainya yang merupakan selisih cost dikurangi dengan amortisasi aktiva tidak berwujud. Untuk memverifikasi penilaian aktiva tidak berwujud, auditor melakukan verifikasi atas dokumen yang mendukung transaksi pemerolehan dan transaksi amortisasi aktiva tidak berwujud.
Dalam pengujian atas akun rinci, auditor melakukan: mempelajari notulen rapat direksi, perjanjian, surat izin dari pemerintah, dan dokumen lain yang membuktikan eksistensi aktiva tidak berwujud, meminta informasi dari klien atau sumber lain mengenai manfaat aktiva berwujud bagi klien di masa yang akan datang, melakukan inspeksi dan pemeriksaan atas surat perjanjian, surat izin dari pemerintah, dan dokumen yang menunjukkan hak pemilikan klien atas aktiva tidak berwujud. Aktiva tidak berwujud disajikan di neraca pada nilainya yang merupakan selisih cost dikurangi dengan amortisasi aktiva tidak berwujud. Untuk memverifikasi penilaian aktiva tidak berwujud, auditor melakukan verifikasi atas dokumen yang mendukung transaksi pemerolehan dan transaksi amortisasi aktiva tidak berwujud.
Dasar yang seharusnya dipakai untuk
menentukan kos aktiva tidak berwujud:
Jenis Aktiva tidak Berwujud
|
Dasar
Penentuan Kos
|
Paten
|
Harga beli paten, biaya pengadilan untuk
mempertahankan tuntutan paten di pengadilan (biaya pengembangan paten yang
dilakukan oleh perusahaan umumnya dibebankan sebagai biaya pada tahun
terjadinya).
|
Hak cipta
|
Pengeluaran untuk pendaftaran hak cipta, biaya
penasihat hokum (seperti halnya dengan paten, biaya riset untuk mendapatkan
hak cipta umumnya dibebankan sebagai biaya tahun terjadinya).
|
Nama dan Merk dagang
|
Pengeluaran untuk penasihat hukum, biaya pendaftaran,
dan biaya lain yang langsung bersangkutan dengan perolehannya.
|
Franchise
|
Biaya franchise,
termasuk di dalamnya biaya penasihat hukum
|
2.5.4
Pengujian
terhadap saldo akun rinci
1. Pelajari
notulen rapat direksi, perjanjian, surat izin dari pemerintah, dan dokumen lain
yang membuktikan eksistensi aktiva tidak berwujud.
2. Mintalah
informasi dari klien atau sumber lain mengenai manfaat aktiva tidak berwujud
bagi klien di masa yang akan dating.
3. Lakukan
inspeksi dan pemeriksaan terhadap surat perjanjian, surat izin dari pemerintah,
dan dokumen yang menunjukan hak dan pemilikan klien atas aktiva tidak berwujud.
4. Penyajian
dari aktiva tidak berwujud dineraca.
5. Periksa
klasifikasi aktiva tidak berwujud berdasarkan manfaat ekonomisnya.
6. Periksa
penjelasan yang bersangkutan dengan aktiva tidak berwujud.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pengujian substantif atas aktiva tidak
berwujud ditujukan untuk: (1) memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan
akuntansi yang bersangkutan dengan aktiva tidak berwujud, (2) membuktikan
keberadaan aktiva tidak berwujud dan keterjadian transaksi yang berkaitan
dengan aktiva tidak berwujud yang dicantumkan di neraca, (3) membuktikan hak
kepemilikan klien atas aktiva tidak berwujud yang dicantumkan di neraca, (4) membuktikan
kewajaran penilaian aktiva tidak berwujud yang dicantumkan di neraca, (5) membuktikan
kewajaran penyajian dan pengungkapan aktiva tidak berwujud di neraca.
Dalam prosedur audit awal, auditor
membuktikan keandalan saldo aktiva tidak berwujud dengan cara membuktikan
apakah aktiva tidak berwujud yang dicantumkan di neraca didukung dengan catatan
akuntansi yang diselenggarakan dengan mekanisme akuntansi yang dapat dipercaya.
Untuk itu auditor mengusut saldo aktiva tidak berwujud yang dicantumkan di
neraca ke di dalam akun aktiva tidak berwujud yang diselenggarakan di dalam
buku besar, membuktikan ketelitian penghitungan saldo akun Aktiva Tidak
Berwujud di dalam buku besar, mengusut saldo awal akun Aktiva Tidak Berwujud
dan Akumulasi Amortisasi ke kertas kerja tahun yang lalu, membuktikan sumber
pendebitan dan pengkreditan akun aktiva tidak berwujud di dalam buku besar ke
dalam register bukti kas keluar dan jurnal umum.
Dalam prosedur analitik, auditor menghitung
berbagai ratio, yaitu tingkat perputaran aktiva tidak berwujud, ratio laba
bersih dengan aktiva tidak berwujud, ratio aktiva tidak berwujud dengan total
aktiva, kemudian dibandingkan dengan harapan auditor, misalnya ratio tahun yang
lalu, rerata ratio industri, atau ratio yang dianggarkan. Pembandingan ini
membantu auditor untuk mengungkapkan peristiwa atau transaksi yang tidak biasa,
perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak atau salah saji.
Dalam pengujian transaksi rinci, auditor
memeriksa bukti pendukung pencatatan transaksi pemerolehan dan amortisasi
aktiva tidak berwujud. Auditor juga meminta informasi dari klien mengenai
manfaat aktiva tidak berwujud di masa yang akan datang dalam memverifikasi eksistensi
aktiva tidak berwujud.
Dalam pengujian atas akun rinci, auditor
melakukan: mempelajari notulen rapat direksi, perjanjian, surat izin dari
pemerintah, dan dokumen lain yang membuktikan eksistensi aktiva tidak berwujud,
meminta informasi dari klien atau sumber lain mengenai manfaat aktiva berwujud
bagi klien di masa yang akan datang, melakukan inspeksi dan pemeriksaan atas
surat perjanjian, surat izin dari pemerintah, dan dokumen yang menunjukkan hak
pemilikan klien atas aktiva tidak berwujud. Aktiva tidak berwujud disajikan di
neraca pada nilainya yang merupakan selisih cost dikurangi dengan amortisasi
aktiva tidak berwujud. Untuk memverifikasi penilaian aktiva tidak berwujud,
auditor melakukan verifikasi atas dokumen yang mendukung transaksi pemerolehan
dan transaksi amortisasi aktiva tidak berwujud.
3.2
Saran
1.
Bagi pemakalah selanjutnya disarankan untuk;
a.
Menggunakan
referensi buku ataupun jurnal-jurnal yang lebih banyak tentang pengujian
substantif terhadap aktiva tidak berwujud.
0 komentar:
Post a Comment